Kamis, 18 Februari 2010

LeAk


Di Bali kata Leak kerap sekali terdengar di telinga, kata Leak sering juga dibawa bawa sebagai pemicu keributan dalam masyarakat Bali, juga mungkin keributan itu hanya gara gara seorang nenek yg dituduh bisa ngeleak yg ironisnya tuduhan itu keluar dari mulut seorang " Balian ". Kebanyakan orang Bali juga sering memvonis anak kecil/bayi yang menangis tengah malam itu " amah leak " padahal hal itu mungkin saja sang bayi menangis hanya gara gara perut kembung atau kondisi badannya yang kurang sehat. Nasib leak di bali memang sudah sangat parah dengan anggapan orang orang bali yang miris "negative" terhadapnya. Pada dasarnya orang orang Bali yang mempunyai asumsi seperti itu mungkin hanya sekedar ikut ikutan meng claim leak "dengan sifat jahat dan seramnya" dengan sumber informasi yang mereka dapatkan dari orang orang yang tidak tahu tentang leak. Leak yang berasal dari kata " Liya dan Ak " yang artinya lima aksara Lima aksara tersebut adalah Si Wa Ya Na Ma : - Si adalah mencerminkan Tuhan /Ida Sang Hyang Widhi - Wa adalah anugrah - Ya adalah jiwa - Na adalah kekuatan yang menutupi kecerdasan - Ma adalah egoisme yang memblenggu jiwa atau denga kata lain memasukan dan mengluarkan aksara dalam tubuh dengan tata cara tertentu. Hal ini di Bali biasanya lebih sering kita dengar " nyastra ". Kekuatan ini disebut "Panca Geni" atau lima api. Manusia yang memplajari kerohanian dalam bentuk apapun, kalau sudah mencapi puncaknya pasti akan mengluarkan api atau cahaya atau dengan bahasa kerennya " aura ". Cahaya ini akan keluar dari lima pintu indria yaitu ubun ubun, mata, mulut, telinga dan kemaluan.Pada prinsipnya Ilmu Pengleakan tidak memplajari bagaimana cara menyakiti seseorang, melainkan yang diplajari adalah bagaimana cara mendapatkan sensasi bermeditasi dalam perenungan aksara tersebut. Yang ketika sensasi itu muncul maka orang tersebut akan " nglekas atau Ngrogo sukmo " dengan artian mengontraksikan batin agar badan astral kita bisa keluar dari tubuh. Saat mempersiapkan puja batinnya disebut angregep panglekasan, sampai disini roh kita bisa jalan jalan menikmati keindahan alam dengan dimensi batin yang lain dalam bentuk cahaya atau bola api " endihan ". Endihan ini adalah bagian dari badan astral manusia yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Tetapi jangan salah, dalam dunia pengleakan ada juga kode etiknya, juga tidak berani sembarangan keluar dari tubuh kasar kalau tidak ada kepentingan yang mendesak. Etika yang lain adalah tidak bole dekat dengan orang mati / mayat, leak bermaen atau kumpul kumpul di kuburan. Apabila ada mayat baru, perkumpulan leak wajib datang ke kuburan " pemuun " untuk turut mendoakan sang mayat agar rohnya ditrima dengan baik sesuai karmanya. dengan membawa kelapa gading yang akan dipercikan sebagai air suci " tirta " sambil mengucapkan doa " ong gni brahma anglebur panca maha butha, anglukat sarining merta. mulihankene kite ring betare guru, tumitis kite dadi manuse mahatama. ong rang sah prete namah ". Mungkin disinilah orang orang mempunyai sudut pandang yg berbeda tentang leak karena ketidaktahuannya terhadap leak,sehingga akan muncul pandangan seperti leak kekuburan untuk makan mayat atau mungkin untuk meningkatkan ilmunya. Yang paling membua saya terkesan adalah paham leak yang menjadikan kuburan adalah tempat suci karna di kuburan adalah tempat berkumpulnya roh dari segala unsur dan tingkat status kehidupan baik itu manusia sakti, pintar, kaya, miskin yang pastinya akan berakhir di kuburan dalam pergolakan spirit. Kuburan adalah tempat yang paling baik untuk bermeditasi serta mendoakan roh roh manusia yang telah meninggal, hal ini juga dilakukan oleh orang jawa yang mereka sebut " Tirakat ". Seperti Gajah Mada, Mpu Baradah, Mpu Kuturan, Diah Nateng Dirah, mereka mendapatkan pencerahan rohani di kuburan dengan melakukan meditasi.Tetapi ada apa dengan sebagian besar orang orang bali di zaman sekarang, pandangan seperti ini justru jauh berbalik, menganggap kuburan adalah tempat kotor, sebel atau leteh. Ketika ada orang yang sanak keluarganya meninggal atau ngaben, mereka tidak boleh sembahyang ke Pura karena sebel, padahal saat ngaben, kita juga mengaturkan Panca Sembah ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi di kuburan. Lantas dimana letak sebel atau leteh di Pura denga di Kuburan di hadapan Ida Sang Hyang Widhi. Mungkin itu cuma peraturan yang di buat manusia dengan tujuan atau sudut pandang yang berbeda pula. Leak juga mempunyai keterbatasan yang tergantung dari tingkat kerohanian yang telah di plajarinya. Pada dasarnya ada 3 ( tiga ) kelas yang membagi tingkatan leak : 1. Ilmu leak tingkat bawah yaitu orang yang bisa ngleak itu bisa merubah wujudnya menjadi monyet, anjing, ayam putih, babi betina dan lain lain. 2. Ilmu leak tingkat menegah yaitu pada tingkatan ini orang bisa berubah menjadi burung garuda dengan bulu mas, dan mata yang mengluarkan api, bisa juga berubah menjadi pohon enau dengan batang yang berdaunkan api. 3. Ilmu leak dengan tingkat tertinggi yaitu pada tingkatan ini orang sudah bisa berubah menjadi bade tumpang selikur "menra tempat menaruh mayat saat meninggal bertingkat 21" dengan berbalutkan api yang mampu menghanguskan setiap sasarannya. Disamping tingkatan tingkatan itu, leak juga mempunya jenis jenis seperti leak barak ( brahma ), leak bulan, leak bunga, leak sari, leak cemeng rangdu, leak pemamoran dan leak siwa kelakah. Di Bali leak selalu dijadikan kambing hitam sebagai sumber penyakit dan biang ketakutan, padahal ada aliran yang sepesial mempelajari ilmu hitam seperti " penestian " ilmu ini memang di desain untuk membuat orang sakit atau celaka. Biasanya dengan cara memancing emosional lawan, setelah emosi barulah kekuatan emosi itu dipakai untuk memukul balik lawannya dengan penestian. Ajian ini mungkin sering kita dengar seperti ajian pesirep, ajian penangkeb, ajian teluh teranjana, ajian pengenduh dan masih banyak lgi yang lainnya. Ilmu ini disebut " pengiwa " yang artinya kiri, karena aliran ini setiap menarik energy selalu memasukannya lewat tubuh bagian kiri, sedangkan pngleakan jauh berbalik dengan menarik energy melalui belahan tubuh bagian kanan atau sering disebut " penengen ". Jadi leak sebenarnya tidak perlu ditakuti, yang kita perlu takuti adalah diri kita sendiri dengan pikiran piciknya, keegoisannya, ksombongannya beserta sifat sifat loba dan dengki yang sebenarnya itulah sumber dari pengiwa. Pada dasarnya di dunia ini tidak ada yang namanya ilmu hitam dan putih karena kalau dengan bijak kita menyikapinya semua itu kembali berpulang kepada orang yang memakai ilmu tersebut, anggap saja ilmu hipnotis, penjahat dengan mudah menglabui korbannya untuk mendapatkan suatu barang berharga. Tetapi disisilain seorang psykiater menggunakan ilmu ini untuk menyembuhkan pasiennya. Sebelum belajar ilmu leak, pertama tama kita dan sang Guru harus tahu hari lahir kita " otonan ", karena hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas dan tingkat ilmu yang kita pelajari, serta cepat lambatnya ilmu itu kita pahami. Yang pertama orang yang belajar ilmu ini harus mewinten Brahma Widya, atau dalam bahasa lontar " ngerangsukan kawisesan " selanjutnya murid di perkenalkan dengan aksare wayah atau modre, aksare ini baku tidak boleh ditulis, dan di rajah seluruh tubuh dari atas sampai bawah oleh sang Guru dikuburan pada saat kajeng kliwon nyitan. Selesai prosesi ini barulah diajarkan ilmu pengleakan dengan pantangan atau sumpahnya, 1. Hormat dan taat dengan pelajaran yang diberikan oleh Guru 2. Selalu menyembah Siwa dan Durga dalam bentuk ilmu kawisesan 3. Tidak boleh pamer kecuali kepepet dan selalu menjalankan Dharma 4. Tidak boleh makan daging hewan berkaki 4 ( empat ) dan tidak boleh berstubuh (zina) 5. Tidak boleh menyakiti orang lain dengan cara apapun juga. Bagi seorang yang belajar ilmu pengleakan yang pertama akan diajari bagaimana caranya mengendalikan pernapasan dengan bahasa lontarnya " mekek angkihan / pranayama ". Yang kedua diajarkan visualisasi atau " ninggalin sanghyang menget ". Ketiga akan diajarkan bagaimana caranya melindungi diri dengan tingkah laku yang halus tanpa emosi dan dendam, atau disebut " pengrakse jiwa ". Keempat diajarkan kombinasi antara gerak pkiran dan gerak tubuh atau dalam bahasa yoga sering disebut " mudre ", yaitu tarian jiwa. Pada waktu inilah jika ada orang yang melihat disebut sebutnya " nengkleng " ( menari dengan kaki satu ). Kelima akan diajarkan " meditasi " dalam ilmu pengleakan disebut " ngregep " duduk bersila dengan kedua tangan menyilang di depan dada sambil mengatur napas agar pikiran kita tenang sehingga ngereh dan nglekas. Dan yang keenam diajarkan bagaimana cara melepas roh ( mulih sanghyang atma ring bayu sabde idep ) melalui kekuatan pikiran dan batin hingga berada di luar badan. Pada saat ini kita melihat badan kita terbujur kaku tanpa daya karena kesadaran kita sudah pindah kebadan halus, disinilah orang disebut berhasil memplajari ilmu pengleakan. Tetapi jika kita tidak di bekali dengan mental dan iman yang kuat, hal ini sangat berbahaya dan mungkin akan menyebabkan kita tersesat di alam gaib yang disebut mati suri. seperti yang telah ditulis dalam Bhagavat-Gita " apapun yang kamu ingat saat kematian kesanalah kamu akan sampai dan apapun yang kamu pikirkan begitulah jadinya ". Saat kita melepas roh, celakanya ketika lewat dirumah tetangga yang mempunyai bayi, secara otomatis sang bayi mempunya kontak karna roh halus dan bayi mempunya frekwensi yang sama sehingga menyebabkan bayi itu terbangun dari tidurnya. Sebenernya sang bayi tidak takut, melainkan terkejut sehingga menangis dengan kerasnya. Inilah yang dikatakan oleh orang orang tentang " bayi amah leak ". Dalam etika pengleakan tidak diperbolehkan nglekas di dekat rumah atau keluarga yang mempunyai bayi. Tetapi tidak juga menutup kemungkinan bagi yang jahil atau sentimen terhadap suatu keluarga, akan melepas roh dan mondar mandir di dekat rumah tersebut sehingga menimbulkan suasana lain bagi si pmilik rumah. Hal inilah yang banyak di Bali sehingga leak di cap dengan kejahatannya. Bagi balian yang bijak, mreka akan memasang pelindung " penyengker " di rumah ruamh orang yang membutuhkannya dengan aksara tertentu yang artinya " kaum leak dilarang masuk ". Dan jika ada yang melanggarnya maka disinilah akan timbul perang yang sring disebut " Siat peteng ". Masalah menang dan kalahnya itu tergantung dengan tingkat kerohanian antara leak dan balian. Tetapi yang sering menang dalam siat peteng ini adalah balian karena leak tidak dibekali dengan ilmu untuk menyerang, leak hanya di bekali ilmu perlindungan " penyengker ". Sedangkan kebanyakan balian yang ada mempunyai ilmu " ngiwe tengen ". Yaitu membuat orang sakit juga mengobati orang sakit adalah pekerjaan sebagian besar balian di Bali. Di Bali juga kerap kita dengar kata " sangkepan leak ", hal ini sebenarnya bukan sangkep melainkan berkumpul untuk melakukan puja bakti terhadap Siwa, Durga, Berawi. Biasanya di Pura Dalem, Kuburan, Prajepati dengan wujud berupa bola api " endihan ". Biasanya ritual ini dilakukan pada hari Kajeng Kliwon. Jadi dari sini kita dapat menarik kesimpulan, kalau penganut leak memegang teguh janji dan sumpahnya, dia tidak akan berontak apabila tersulut emosinya melainkan mendoakan dan memaafkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

monggo koment